ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
HUKUM PERJANJIAN (TULISAN SOFTSKILL2)
NAMA :
HERNA SETIA
KELAS :
2EB25
NPM : 23212439
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
2013/2014
HUKUM
PERJANJIAN
STANDAR KONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN
Istilah
perjanjian baku
berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar
kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk
formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak,
terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah. Kontrak baku menurut Munir
Fuadi adalah : Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak
dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate)
dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini
ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan
data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam
klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak
mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau
mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut,
sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah. Sedangkan menurut Pareto,
suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi
lebih baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan
menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien
jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat
keadan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang
memeprburuk.
Dalam melihat
pembatasan kebebasan berkontrak terhadap kebolehan pelaksanaan kontrak baku terdapat dua pendapat
yang dikemukaan oleh Treitel yaitu terdapat dua pembatasan. Yang pertama adalah
pembatasan yang dilakukan untuk menekan penyalahgunaan yang disebabkan oleh
karena berlakunya asas kebebasan berkontrak. Misalnya diberlakukannya exemption
clauses (kalusul eksemsi) dalam perjanjian-perjanjian baku. Yang kedua pembatasan kebebasan
berkontrak karena alasan demi kepentingan umum (public interest).
Di
Indonesia kita ketahui pula ada dijumpai tindakan negara yang merupakan campur
tangan terhadap isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Sebagai contoh yang
paling dikenal adalah yang menyangkut hubungan antara buruh dan
majikan/pengusaha.
Tetapi tidak semua tingkat peraturan perundang-undangan dapat membatasi asas kebebasn berkontrak, namun hanya UU atau Perpu atau peraturan perundan-undagan yang lebih tinggi saja yang memepunyai kekuatan hukum untuk emmbatsai bekerjanya asas kebebasan berkontrak.
Tetapi tidak semua tingkat peraturan perundang-undangan dapat membatasi asas kebebasn berkontrak, namun hanya UU atau Perpu atau peraturan perundan-undagan yang lebih tinggi saja yang memepunyai kekuatan hukum untuk emmbatsai bekerjanya asas kebebasan berkontrak.
Bila dikaitkan
dengan peraturan yang dikeluarkan yang berkaitan dengan kontrak baku atau perjanjian standar yang merupakan pembolehan
terhadap praktek kontrak baku, maka terdapat
landasan hukum dari berlakunya perjanjian baku
yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, yaitu :
1. Pasal 6.5.
1.2. dan Pasal 6.5.1.3. NBW Belanda
Isi ketentuan
itu adalah sebagai berikut :
- Bidang-bidang
usaha untuk mana aturan baku
diperlukan ditentukan dengan peraturan.
Aturan baku dapat ditetapkan, diubah dan dicabut jika disetujui oleh Menteri kehakiman, melalui sebuah panitian yasng ditentukan untuk itu. Cara menyusun dan cara bekerja panitia diatur dengan Undang-undang.
Aturan baku dapat ditetapkan, diubah dan dicabut jika disetujui oleh Menteri kehakiman, melalui sebuah panitian yasng ditentukan untuk itu. Cara menyusun dan cara bekerja panitia diatur dengan Undang-undang.
Determination, alteration, and repeal rules of
thumb only has the power, after the approval of the
king and the king's decision
about it in the State Gazette.
A person who signs or in any other way to know the contents of the raw promise or accept appointment to the general conditions, bound to that promise.Janji baku dapat dibatalkan, jika pihak kreditoir mengetahui atau seharunya mengetahui pihak kreditur tidak akan menerima perjanjian baku itu jika ia mengetahui isinya.
A person who signs or in any other way to know the contents of the raw promise or accept appointment to the general conditions, bound to that promise.Janji baku dapat dibatalkan, jika pihak kreditoir mengetahui atau seharunya mengetahui pihak kreditur tidak akan menerima perjanjian baku itu jika ia mengetahui isinya.
2. Pasal 2.19
sampai dengan pasal 2.22 prinsip UNIDROIT (Principles of International
Comercial Contract).
Prinsip
UNIDROIT merupakan prinsip hukum yang mengatur hak dan kewajiban para pihak
pada saat mereka menerapkan prinsip kebebasan berkontrak karena prinsip
kebebasan berkontrak jika tidak diatur bisa membahayakan pihak yang lemah.
Pasal 2.19 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut :
Apabila salah
satu pihak atau kedua belah pihak menggunakan syarat-syarat baku, maka berlaku aturan-aturan umum tentang
pembentukan kontrak dengan tunduk pada pasal 2.20 – pasal 2.22.
Syarat-syarat baku merupakan aturan
yang telah dipersiapkan terlebih dahulu untuk digunakan secara umum dan
berulang-ulang oleh salah satu pihak dan secara nyata digunakan tanpa negosiasi
dengan pihak lainnya.
Ketentuan ini
mengatur tentang :
a. Tunduknya
salah satu pihak terhadap kontrak baku
b. Pengertian
kontrak baku.
3. Pasal 2.20
Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut :
Suatu persyaratan dalam persyaratan-persyaratan standar yang tidak dapat secara layak diharapkan oleh suatu pihak, dinyatakan tidak berlaku kecuali pihak tersebut secara tegas menerimanya.
Untuk menentukan apakah suatu persyaratan memenuhi ciri seperti tersebut diatas akan bergantung pada isi bahasa, dan penyajiannya.
Suatu persyaratan dalam persyaratan-persyaratan standar yang tidak dapat secara layak diharapkan oleh suatu pihak, dinyatakan tidak berlaku kecuali pihak tersebut secara tegas menerimanya.
Untuk menentukan apakah suatu persyaratan memenuhi ciri seperti tersebut diatas akan bergantung pada isi bahasa, dan penyajiannya.
4. Pasal 2.21
berbunyi :dalam hal timbul suatu pertentangan antara persyaratan persyaratan
standar dan tidak standar, persyaratan yang disebut terakhir dinyatakan
berlaku.
5. Pasal 2.22
Jika kedua belah
pihak menggunakan persyaratan-persyaratan standar dan mencapai kesepakatan,
kecuali untuk beberapa persyaratan tertentu, suatu kontrak disimpulkan
berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dan
persyaratan-persyaratan standar yang memiliki kesamaan dalam substansi, kecuali
suatu pihak sebelumnya telah menyatakan jelas atau kemudian tanpa penundaan
untuk memberitahukannya kepada pihak lain, bahwa hal tersebut tidak dimaksudkan
untuk terikat dengan kontrak tersebut.
6. UU No 10
Tahun 1988 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
7. UU No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.Dengan telah dikeluarkannya
peraturan-peraturan tersebut diatas menunjukkan bahwa pada intinya kontrak baku
merupakan jenis kontrak yang diperbolehkan dan dibenarkan untuk dilaksanakan oleh
kedua belah pihak karena pada dasarnya dasar hukum pelaksanaan kontrak baku
dibuat untuk melindungi pelaksanaan asas kebebasan berkontrak yang berlebihan
dan untuk kepentingan umum sehingga perjanjian kontrak baku berlaku dan
mengikat kedua belah pihak yang membuatnya.
MACAM-MACAM PERJANJIAN
1. Perjanjian Jual-beli
Pengaturan
tentang Jual beli sebagai perjanjian didapat pada Bab kelima, yang pada Pasal
1457 KUHPerdata diartikan sebagai suatu persetujuan, dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain
untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Sedangkan menurut Subekti, yang
dimaksud dengan Perjanjian Jual Beli adalah suatu perjanjian bertimbal balik
dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik
atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk
membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan
hak milik tersebut.
2. Perjanjian Tukar Menukar
Pasal 1541 KUHPerdata menyatakan bahwa
tukar menukar ialah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak mengikatkan
dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara bertibal balik, sebagai
gantinya barang lain.
Sebagaimana
dengan perjanjian jual beli, perjanjian ini juga bersifat konsensual dan sudah
mengikat pada saat tercapainya kata sepakat di antara para pihak. Dan juga
bersifat ”obligatoir”, dalam arti ia belum memindahkan hak milik, tetapi baru
sebatas memberikan hak dan kewajiban. Pada saat terjadinya levering lah baru
secara yuridis, ham milik berpindah.
Objek tukar
menukar, dalam KUHPerdata adalah semua yang dapat diperjual belikan, maka dapat
menjadi objek tukar menukar. Terhadap hal ini juga dalam KUH Perdata menyatakan
bahwa semua pengaturan tentang jual beli juga berlaku untuk perjanjian tukar
menukar.
Lebih lanjut,
ketentuan Pasal 1545 KUHPerdata mengatur tentang resiko yangberbunyi ”Jika
suatu barang tertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar
kesalahan pemiliknya, maka persetujuan dianggap sebagai gugur dan siapa yang
dari pihaknya telah memenuhi persetujuan, dapat menuntut kembali barang yang ia
telah berikan dalam tukar menukar”.
3. Perjanjian Sewa-Menyewa
Ketentuan KUH
Perdata yang mengatur tentang sewa menyewa dapat dilihat pada Pasal 1548 yang
berbunyi:
”Sewa menyewa
adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
memberikan kepada yang lain kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu
tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yanag tersebut
terakhir itu disanggupi pembayarannya”.
Sebagaimana halnya dengan perjanjian lainnya,
sewa menyewa adalah perjanjian konsensual yang artinya ia sudah sah dan
mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya yaitu
barang dan harga.
Penyerahan barang untuk dapat
dinikmati oleh pihak penyewa diberikan oleh yang menyewakan, dengan mana
kewajiban penyewa adalah untuk membayar harga. Penyerahan barang hanyalah untuk
dipakai dan dinikmati.
4. Perjanjian Persekutuan
Persekutuan menurut Syahmin AK
(2006:59) adalah merupakan bentuk perjanjian yang paling sederhana dalam tujuan
untuk mendapatkan keuntungan bersama.
5. Perjanjian Perkumpulan
Perjanjian
Perkumpulan menurut perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang bertujuan untuk
mencapai tujuan tertentu dengan tidak mencari keuntungan tertentu, dalam hal
mana kerja sama ini disusun dengan bentuk dan cara sebagaimana yang diatur
dalam “anggaran dasar” ataupun “statuten” nya.
6. Perjanjian Hibah
Perjanjian
Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah (pemberi hibah) pada
masa hidupnya, dengan cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan
sesuat barang guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan
tersebut. Pengaturan atas hibah didapat pada Pasal 1666 sampai dengan 1693 KUH
Perdata.
7. Perjanjian Penitipan Barang
Perjanjian
Penitipan barang merupakan suatu perjanian riil yang baru akan terjadi apabila
seseorang telah menerima sesuatu barang dari seorang lain dengan syarat
bahwa ia akan menyimpannya dengan mengembalikanya dalam wujud asal. Dasar
hukumnya bisa dapati pada Pasal 1694 KUH Perdata.
Terdapat dua
macam penitipan barang, yaitu penitipan sejati yaitu yang dibuat dengan
Cuma-Cuma kecuali jika diperjanjikan sebaliknya dan terhadap barang bergerak,
dan yang kedua adalah penitipan sekestrasi. Yaitu perjanjian penitipan barang
dalam hal terjadinya perselisihan. Barangnya dapat berupa barang bergerak
maupun barang tetap, dan keberadaannya adalah pada pihak ketiga yang
mengikatkan dirinya untuk menyimpan barang tersebut dan akan
mengembalikannya kepada siapa yang dinyatakan berhak beserta hasil-hasilnya.
Penitipan bentuk ini dapat terjadi karena persetujuan para pihak ataupun karena
adanya putusan atau penetapan dari Pengadilan.
8. Perjanjian Pinjam-Pakai
Perjanjian
pinjam pakai adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu
barang kepada pihak yang lainnya untuk dipakai dengan Cuma-Cuma, dengan syarat
bahwa yang menerima barang ini setelah memakai atau setelah lewat waktu
tertentu akan mengembalikannya. Pengaturan umum bisa kita dapatkan pada Pasal
1794 KUH Perdata.
Perjanjian
pinjam pakai mensyaratkan pihak yang meminjam pakai untuk mengembalikan
barangnya dan memperlakukan barangnya sebagaimana bapak rumah yang baik . dan
terhadap objeknya ditentukan adalah setiap barang yang dapat dipakai oleh orang
dan mempunyai sifat tidak musnah karena pemakaian.
9. Perjanjian Pinjam Meminjam
Perjanjian
pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada
pihak yang lain suatu jumlah tertentu baran-barang yang menghabiskan karena
pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan
sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula. Ketentuan umum
terhadapnya dalapat kita lihat pada Pasal 1754 KUH Perdata.
10. Perjanjian Untung-Untungan
Perjanjian ini
adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua
pihak, maupun bagi sementara pihak adalah bergantung pada suatu keadaan yang
belum tentu. Yang termasuk dalam perjanjian ini adalan perjanjian
pertanggungan, bunga cagak hidup dan perjudian dan pertaruhan.
Pasal 1774 KUH
perdata mengatur tentang perjanjian untung-untungan yang menyatakan bahwa suatu
perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung
ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, adalah bergantung
kepada suatu keadaan yang belum tentu.
11. Perjanjian Penanggungan
Penanggungan
adalah perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si
berpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berhutang ketika
orang ini sendiri tidak memenuhinya. Ketentuan tentang penaggungan kita
dapatipada Pasal 1820 KUH Perdata.
12. Perjanjian Perdamaian
Pasal 1851 KUH
Perdata mengatur tentang perjanjian perdamaian, yang merupakan perjanjian
dengan mana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan, atau menahan
suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah
timbulnya suatu perkara.
Perjanjian
perdamaian adalah hanya terbatas pada apa yang termaktub dalam perjanjian
tersebut, oleh karena tu, setiap perdamaian hanya mengakhiri apa yang dimaksud
dalam perjanjian baik dirumskan secara khusus maupun umum.
13. Perjanjian Pengangkutan
Perjanjian
pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim
dalam hal mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan
barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan
selamat, sedangkan pengirim adalah mengikatkan diri untuk membayar uang
angkutan.
14. Perjanjian Kredit
14. Perjanjian Kredit
Perjanjian ini adalah perjanjian penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara pihak bank dan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
jumlah bunga, ibalan atau pembagian keuntungan.
15. Perjanjian Pembiayaan Konsumen
15. Perjanjian Pembiayaan Konsumen
yaitu
perjanjian penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya
dilakukan secara angsuran.
16. Perjanjian Kartu Kredit
yaitu perjanjian menerbitkan katu kredit yang
dapat dimanfaatkan pemegangnya untuk pembayaran barang dan jasa.
17. Perjanjian Ke-Agen-an
Yaitu
perjanjian dimana agen adalah perusahaan yang bertindak atas nama prinsiple
untuk kemudian menyalurkannya kepada konsumen dengan mendapatkan komisi.
Barang-barang adalah tetap menjadi milik nya si prinsiple.
18. Perjanjian Distributor
yang mana
dalam perjanjian ini, distributor bertindak atas namanya sendiri ia membeli
suatu barang dari produsen dan menjualnya kembali kepada konsumen untuk
kepentingan sendiri.
19. Perjanjian Sewa Guna Usaha (leasing)
Perrjanjian
sewa guna usaha (leasing) ini adalah perjanjian yang memberikan barang modal,
baik dilakukan secara sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating list) untuk
dipergunakan oleh leasee selama jangka waktu tertentu dengan pembayaran
berkala;
20. Perjanjian Anjak Piutang (factoring agreement)
yaitu
pembiayaan dalam bentuk pembelian dan pengalihan serta pengurusan piutang atau
tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi Perdagangan dalam dan
luar negeri;
21. Perjanjian Modal Ventura
yaitu perjanjian penyertaan modal usaha
dalam suatu perusahaan mitra dalam mencapai tujuan tertentu seperti
pengembangan suatu penemuan baru, pengembangan perusahaan awal yang kesulitan
modal, pengembangan proyek penelitian dan rekayasa serta berbagai pengembangan
usaha dengan menggunakan teknologi.
SYARAT SAH PERJANJIAN
Hukum adalah
sebuah system yang menetapkan suatu tingkah laku yang diperbolehkan, dilarang,
atau yang harus dikerjakan. Berikut ini syarat sah hukum perjanjian yang
penting dicatat, yaitu :
a.
Terdapat kesepakatan antara dua pihak
b.
Kedua pihak mampu membuat sebuah perjanjian
c.
Terdapat suatu hal yang dijadikan perjanjian
d.
Hukum perjanjian dilakukan atas sebab yang benar.
Selain poin
diatas, sebuah perjanjian dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi dasar dan
syarat – syaratnya. Berikut ini merupakan syarat sah sebuah perjanjian yang
harus diperhatikan:
1)
Keinginan Bebas dari Pihak Terkait,
Yang berarti bahwa
pihak – pihak yang terlibat tidak dalam unsur paksaan, ancaman, maupun segala
hal yang berbau tipu daya.
2)
Kecakapan dari Pembuat Perjanjian,
Perjanjian harus dibuat
oleh pihak – pihak yang secara hukum dianggap cakap untuk melakukan tindakan
hukum. Contoh yang tidak cakap dalam melakukan tindakan hukum antara lain anak
– anak, orang cacat, dll
3)
Ada Objek yang diperjanjikan,
Perjanjian harus
bersifat nyata / tidak fiktif
SAAT LAHIRNYA PERJANJIAN DALAM HUKUM PERJANJIAN
Dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1331 (1) dinyatakan bahwa
semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya,
Artinya, apabila obyek hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat
yang tulus, maka secara otomatis hukum perjanjian tersebut dibatalkan demi
hukum. Sehingga masing-masing pihak tidak mempunyai dasar penuntutan di hadapan
hakim. Akan tetapi, apabila hukum perjanjian tidak memenuhi unsur
subjektif, misalnya salah satu pihak berada dalam pengawasan dan tekanan pihak
tertentu, maka perjanjian ini dapat dibatalkan di hadapan hakim. Sehingga,
perjanjian tersebut tidak akan mengikat kedua belah pihak. Hukum perjanjian ini
akan berlaku apabila masing-masing pihak telah menyepakati isi perjanjian.
Menetapkan kapan saat lahirnya
perjanjian mempunyai arti penting bagi :
- kesempatan penarikan kembali penawaran;
- penentuan resiko;
- saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
- menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Ada
beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya perjanjian
yaitu:
- Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, perjanjian telah ada/lahir pada saat
atas suatu penawaran telah ditulis surat
jawaban penerimaan. Dengan kata lain perjanjian itu ada pada saat pihak lain
menyatakan penerimaan/akseptasinya.
- Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman
jawaban akseptasi adalah saat lahirnya perjanjian. Tanggal cap pos dapat
dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya perjanjian.
- Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya
perjanjian adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang
menawarkan.
- Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya
kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka
atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat
tersebut sampai pada alamat si penerima surat
itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya perjanjian.
Pembatalan dan Pelaksanaan suatu Perjanjian
Pengertian pembatalan dalam uraian ini mengandung dua macam kemungkinan alasan, yaitu pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan pembatalan karena adanya wanprestasi dari debitur.
Pembatalan dapat dilakukan dengan tiga syarat
yakni:
1) Perjanjian harus bersifat timbale balik (bilateral)
2) Harus ada wanprestasi (breach of contract)
3) Harus dengan putusan hakim (verdict)
Pelaksanaan Perjanjian1) Perjanjian harus bersifat timbale balik (bilateral)
2) Harus ada wanprestasi (breach of contract)
3) Harus dengan putusan hakim (verdict)
Yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah
realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-
pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Pelaksanaan perjanjian pada
dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek
utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara
serentak. Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan penyerahan barang atau
sebaliknya penyerahan barang dulu baru kemudian pembayaran.
sumber:
http://vanezintania.wordpress.com/2011/05/13/pembatalan-dan-pelaksanaan-perjanjian/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar